Thursday 16 February 2017

Seberapa Sering F-35 Perlu Mengisi Bahan Bakar di Udara?


Baru-baru ini, F-35B Korps Marinir Amerika Serikat melakukan perjalanan panjang dari  Arizona ke Jepang. Hal ini ternyata memicu perdebatan di dalam Pentagon tentang seberapa sering pesawat tempur siluman ini perlu mengisi bahan bakar.

Butuh waktu tujuh hari bagi 10 F-35B Korps Marinir AS untuk terbang dari Yuma ke rumah baru mereka di Iwakuni, Jepang. Padahal  penerbangan  pesawat komersial biasanya memakan waktu kurang dari 24 jam.

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap waktu yang dibutuhkan sebuah jet tempur  untuk pergi dari titik A ke titik B: cuaca, medan dan kelelahan pilot, beberapa factor di antaranya.

Hal lain adalah model pengisian bahan bakar Angkatan Udara Amerika Serikat yang konservatif hingga pesawat Korps Marinir membutuhkan total 250 kali pengisian bahan bakar. Angka yang menurut Marnir terlalu tinggi dan tidak efisien.

“Pesawat telah mampu terbang lebih jauh dibandingkan F/A-18 dengan tangki drop, jadi mengapa kita harus mengisi bahan bakar dengan begitu sering? Kami tidak perlu melakukan itu,” kata Letnan Jenderal Jon Davis, Komandan Penerbangan Korps Marinir AS sebagaimana ditulis Aviationweek Kamis 16 Februari 2017. “Kami melakukan pengisian bahana bakar lebih banyak daripada yang kita butuhkan, mungkin dua kali lipat (dari apa yang  kita perlukan) Kita bisa jauh lebih efisien dari itu.”

Meski Davis mengatakan model tanking untuk mengisi bahan bakar Joint Strike Fighter bisa keluar dari aturan konservatif, tetapi tetap saja mereka terbentur dengan aturan Angkatan Udara yang memiliki aturan jelas dalam pengisian di udara ini.

Juru bicara Angkatan Udara Kolonel Chris Karns mengatakan jet tempur  adalah pesawat yang haus bahan bakar, tak terkecuali F-35. Selama perjalanan 18-25 Januari menyeberang ke Iwakuni, sembilan pesawat tanker terbang dengan 10 F-35B, mentransfer total 766.000 lb bahan bakar dengan lebih dari 250 refuelings udara, atau 25 per F-35

Korps Marinir memang memiliki pesawat tanker tua KC-130, tetapi hanya tanker Angkatan Udara yang mendukung penyeberangan laut.

Brig. Jenderal Scott Pleus dari Angkatan Udara Amerika mengakui jet Korps Marinir membutuhkan pengisian bahan bakar berkali-kali selama menyeberang ke Iwakuni. Angkatan Udara menyiapkan penyeberangan laut dengan asumsi skenario terburuk, sehingga jika pesawat apapun tidak bisa mendapatkan bahan bakar pada waktu tertentu selama perjalanan, apakah karena cuaca atau kerusakan, seluruh pesawat memiliki cukup bahan bakar untuk mendarat aman.

Pleus mencontohkan, F-35B terbang dengan probe pengisian bahan bakar terbuka selama perjalanan, yang secara signifikan meningkatkan hambatan pada pesawat, untuk mensimulasikan skenario di mana pesawat tidak mampu menarik kembali probe.

“Jadi ketika kita merencanakan hal-hal ini kita mengambil scenario terburuk, kita mengambil konfigurasi terburuk dari pesawat,” kata Pleus, mantan pilot F-16 yang sekarang memimpin Kantor Integrasi F-35 Angkatan Udara. “Hal ini sangat konservatif, dan alasan mengapa kami sangat konservatif karena itu keputusan hidup atau mati.”

Pengisian bahan bakar di udara terus-terusan dilakukian ketika pesawat melintasi laut dengan jeda 30 atau 40 menit. Pleus mengatakan F-35B, yang membawa bahan bakar 5.000 lb lebih sedikit dibandingkan F-35A Angkatan Udara hinga  perlu untuk kontak dengan tanker lebih sering.

Pleus membantah kritik Davis dengan menekankan bahwa memperpanjang waktu antara refueling selama penyeberangan laut berarti akan lebih banyak risiko untuk pilot.

Selama skenario pertempuran, Angkatan Udara tentu akan memiliki hitungan yang berbeda. Menurut pejabat Angkatan Udara, biasanya untuk misi selama 6 jam, pilot akan melakukan pengisian bahan bakar dua atau tiga kali.

Jet tempur sering menjadi sorotan utama, tetapi tanker sama pentingnya. Tanpa itu, menurut Karns, jangkauan global F-35 tidak mungkin bisa dilakukan.


0 comments:

Post a Comment