Rezim
Pemerintah Korea Utara (Korut) yang dipimpin Kim Jong-un menolak sanksi baru
yang dijatuhkan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) terhadap Pyogyang. Rezim Kim
Jong-un justru menganggap saksi baru itu sebagai hal baik untuk mendeklarasikan
perang.
Pernyataan
itu disampaikan Kementerian Luar Negeri Repulik Demokratik Rakyat Korea (nama resmi Korut). Kementerian itu memperingatkan Amerika Serikat (AS) dan
sekutunya dari konsekuensi berikutnya menyusul sanksi DK PBB yang dipelopori
AS.
Kementerian
itu menuduh AS dan pasukan asing lain “memasak” blokade terhadap DPRK. ”Adopsi
resolusi sanksi hal baik sebagai deklarasi perang,” bunyi pernyataan
kementerian itu, seperti dikutip Korean Central News Agency (KCNA), Jumat
(23/12/2016).
Sanksi DK
PBB, lanjut kementerian, tidak akan menghalangi Korut untuk memperkuat hulu
ledak nuklir. Sanksi 2321
yang dikeluarkan DK PBB diberlakukan pada tanggal 30 November sebagai tanggapan
terhadap uji coba nuklir kelima yang dilakukan Korut pada bulan September lalu.
Uji coba senjata nuklir itu tercatat sebagai tes yang paling kuat sejauh ini.
Korut
mengklaim uji coba itu sebagai latihan untuk “membela diri”. ”Uji hulu ledak
nuklir DPRK adalah pelaksanaan hak untuk membela diri dan penetralan praktis
terhadap AS dan ancaman kekuatan nuklir musuh lain, sanksi sembrono dan
demonstrasi dari kehendak kuat orang-orang yang siap untuk melawan provokasi
dari musuh,” bunyi pernyataan yang dikeluarkan oleh Direktur Perjanjian dan
Hukum Kementerian Luar Negeri Korut, pada hari Kamis.
“DPRK sah
mengukur diri soal defensif untuk mempertahankan martabat dan hak-hak penting
dan melindungi perdamaian sejati dari ancaman perang nuklir AS, itu adalah
hak hukum dari negara berdaulat yang tidak bertentangan dengan hukum
internasional apapun.”
0 comments:
Post a Comment