Sunday, 19 February 2017

Kekuatan Udara Australia Meningkat Drastis


Marsekal Leo Davies, Kepala Angkatan Udara Australia (RAAF) mengaku saat ini dia memimpin salah satu Angkatan Udara paling modern dan paling mampu di kawasan Asia-Pasifik.

“Peran angkatan udara kami semakin meningkat,” kata Davies kepada Flightglobal Jumat 17 Februari 2017. “Kami sekarang adalah angkatan udara yang canggih dan semakin lebih canggih. Kita memiliki pilihan untuk serangan darat, kontrol udara, dan pertempuran maritime. Kami memiliki banyak pilihan. Ini kunci yang kita punya. ”

Salah satu bidang utama di mana RAAF baru-baru masuki adalah kemampuan perang elektronik atau electronic warfare (EW ). Kemampuan yang akan dipamerkan kepada publik di Australia Air Show yang akan digelar di Avalon.

EA-18 Growler

Pada acara itu, Australia akan menyambut kedatangan pesawat Boeing EA-18G Growler baru. Angkatan Udara Australia kini telah mendapatkan 12 pesawat yang dibeli dari Amerika dan telah bekerja sama dengan Angkatan Laut AS di Whidbey Island, Washington, untuk melatih personil dan mengembangkan kemampuan pesawat ini.

Misi EW adalah salah satu andalan  kekuatan udara AS. Kesediaan Washington untuk berbagi kemampuan ini dengan Canberra membuktikan hubungan dekat antara kedua negara. Davies mengatakan RAAF Growler baru-baru ini telah terbang sortie pelatihan dengan seluruh personelnya dari Australia.

“Semua Growler siap untuk datang (ke Australia),” katanya.  Dia mengatakan Angkatan Udara Australia  menganggap Growler sebagai aset “kinetik”.
Davies menekankan sifat bersama dari platform Growler. Dia memperkirakan bahwa 75% dari misi pesawat ini tidak akan beroperasi bersama RAAF F/A-18 A/B Hornet dan F/A-18 F Super Hornets. Sebaliknya, itu akan menghabiskan sebagian besar untuk dukungan darat dan kekuatan maritim. “Ini benar-benar sebuah platform bersama,” katanya.


Akuisisi lain yang dilakukan Australia adalah jet tempur generasi kelima  F-35A Lightning II. Sejauh ini, angkatan udara telah menerima dua pesawat yang bergabung di pusat pelatihan bersama F-35 I Luke AFB, Arizona. Canberra secara keseluruhan akan membeli 72 pesawat, dan bahkan bisa bertambah menjadi 100 pesawat dalam jangka panjang.

Meski sejumlah kritik masih menghujani program F-35, Davies tetap percaya dengan kemampuan pesawat siluman ini. “Sekarang sudah ada lebih dari 200 pesawat disampaikan, yang beroperasi di 12 lokasi, dengan lebih dari 75.000 jam terbang,” katanya. “Lebih dari 380 pilot dan 3.700 pengelola telah dilatih atau berada di bawah pelatihan. Hal ini tidak akan terjadi jika program tersebut bermasalah. ”

F-35A pertama Australia akan secara resmi dibawa pulang pada 2018. Namun dalam pameran dirgantara nanti mereka akan datang untuk unjuk kemampuan.

Angkatan Udara Australia saat in mengoperasikan 71 F/A-18 A/B Hornet yang nantinya akan digantikan oleh F-35. Hornet akan tetap menjadi pekerja keras sampai seluruh penggantinya datang. Davies mengatakan rata-rata tingkat aktivitas setiap  pesawat telah meningkat 1.000 jam setiap tahun sebagai akibat dari detasemen tempur ke Timur Tengah.

F/A-18 Super Hornet

Hornet telah menjadi kekuatan utama Australia mendukung koalisi anti-ISIS di Irak dan Suriah dengan terbang lebih dari 1.500 sorti, melepaskan 1.250 senjata.  Sementara  F/A-18F Super Hornet yang juga dikirim melakukan 418 sorti dan menjatuhkan 278 amunisi hingga Januari. “Ini adalah jumlah yang cukup besar untuk kekuatan kecil,” kata Davies.

Selain mengirimkan Hornet dan Super Hornet Angkatan Udara Australia juga mengirimkan pesawat tanker transportasi A330 / KC-30A dan sebuah pesawat peringatan dini dan kontrol udara (AEW&C) Boeing E-7 Wedgetail ke misi tersebut.

Davies mengatakan KC-30A telah sangat efektif selama kampanye dengan memberikan hampir 70,000,000lb bahan bakar, dan  E-7 yang berbasis pada Boeing 737 juga tampil sangat baik dalam peran AEW&C.

Kekuatan Intelijen Udara

Gulfstream G550

Untuk melengkapi Wedgetail dan Growler, Angkatan Udara Australia juga dalam proses untuk mendapatkan dua jet bisnis Gulfstream G550 yang akan dimodifikasi untuk misi intelijen elektronik.

“Pada white paper pertahanan 2016, kami menemukan ada peran koordinasi peperangan elektronik yang tidak diisi,” kata Davies. “G550 akan berfungsi sebagai konduktor orkestra.”  Layanan masih melihat bagaimana tepatnya aset-aset ini akan bekerja sama.

“Pusat perang udara kami melihat sebuah lingkungan maritim, dalam hal ini Growler akan mendukung kapal seperti kapal masa depan dan destroyer perang udara, menyediakan angkatan laut dengan opsi elektronik jarak jauh. G550, Wedgetail dan Growler adalah bagian dari misi EW. Kami tidak ingin memiliki Wedgetail yang harus melakukan kontrol udara di lingkungan padat, tetapi juga harus mengirim paket  ke F-35 atau destroyer. Hal ini akan menjadi peran G550. ”

Untuk misi  intelijen, pengawasan dan pengintaian , Angkatan Udara Australia juga  berencana untuk mendapatkan sistem udara tak berawak bersenjata ketinggian menengah, daya tahan lama atau armed medium-altitude, long-endurance (MALE). Sebuah keputusan bisa dilakukan tahun ini dengan pilihan antara  General Atomics Aeronautical Systems ‘MQ-9 Reaper atau keluarga Heron yang dibangun Israel Aerospace Industries. “Kami masih melihat pilihan,” kata Davies, “tetapi  keputusan tidak akan terlalu lama”

MQ-9 Reaper

Selain sistem MALE, Canberra berkomitmen untuk mengakuisi  Northrop Grumman MQ-4C Triton. Drone ini akan memiliki ketahanan terbang 24 jam yang akan memungkinkan untuk melakukan patroli di sepanjang perbatasan utara Australia.

MQ-4C Triton

Triton akan bekerja erat dengan pesawat patroli maritime Boeing P-8A Poseidon. Canberra memiliki pesanan delapan pesawat yang dibangun dari Boeing 737 ini dan kemungkinan akan menambah tujuh pesawat lagi jika mengacu pada saran white paper 2016.

Angkatan Udara Australia telah menerima pengiriman satu pesawat sejauh ini yang ditempatkan di Pangkalan Edinburgh di Australia Selatan. Davies memperkirakan bahwa P-8 selanjutnya akan tiba dengan interval 20-bulan.


Kemampuan yang ditawarkan oleh kombinasi P-8A / Triton akan menggantikan armada AP-3C Orions yang sudah tua.  Tiga pesawat Orions  sudah pensiun dan dua yang lain akan menyusul.

Airlift Tangguh

C-17

Dalam hal angkutan udara atau airlift Davies mengaku sangat puas dengan kemampuan RAAF. Layanan ini memiliki berbagai pilihan untuk transportasi.

Mereka memiliki  delapan Boeing C-17, 12 Lockheed C-130J Super Hercules dan empat Leonardo Alenia C-27J. Untuk C-27J akan bertambah menjadi 10 pesawat pada akhir 2018.

C-27 J

Davies mengatakan angkutan strategis dan taktis juga dilengkapi  lima KC-30A yang selain memiliki  peran tanker, pesawat ini dapat membawa 270 penumpang dan memiliki kapasitas untuk 34 ton kargo militer dan sipil.

” KC-30A telah terbukti menjadi seperti pesawat besar untuk membawa orang-orang yang kami,” katanya.

KC-30A

RAAF telah memesan dua tambahan KC-30A, yang akan dikonversi dari A330-200 eks Qantas Airlines. Salah satunya akan memiliki akomodasi VVIP, yang akan memungkinkan perdana menteri Australia atau pejabat tinggi lain terbang rute jarak jauh untuk urusan pemerintah bersama dengan membawa staf dan wartawan.


0 comments:

Post a Comment