Sejak Perang
Dunia II, AS telah mendominasi langit di setiap wilayah di dunia. Amerika akan
sangat mudah melakukan proyeksi kekuatan udara mereka tanpa kekhawatiran
tinggi. Tetapi kondisi ini telah tergerus tajam terutama karena kebangkitan
Rusia dan China. Bahkan
keunggulan Amerika di udara tinggal dimiliki segelintir pilot elite yang
membesut jet tempur F-22 Raptor.
Rusia telah
mengerahkan baterai rudal pertahanan yang kuat ke Suriah dan Kaliningrad yang
secara efektir membuat Angkatan Udara AS tidak dapat beroperasi dalam domain
tersebut tanpa risiko tinggi. Obama sendiri mengakui bahwa penyebaran rudal ini
sangat menyulitkan dan membatasi pilihan AS untuk proyek kekuatan di Suriah.
Sementara
itu, China telah melakukan prestasi yang menakjubkan dalam pembangunan dan
milterisasi kawasan Laut Cina Selatan dengan membangun landasan pacu yang
memadai, radar yang kuat hingga memungkinkan Beijing untuk mendirikan zona
pertahanan dan identifikasi udara. Lagi-lagi Amerika harus berjuang keras untuk
mampu menembusnya dengan aman.
Kepal Staf
Angkatan Udara Amerika Serikat Jenderal David Goldfein, berbicara selama 'State
of the Air Force' di Pentagon, mengakui berkurangnya dominasi udara ini, "Saya
percaya itu krisis, superioritas udara bukan merupakan hak asasi Amerika. Ini
sebenarnya sesuatu yang Anda harus berjuang untuk mendapatkan dan
mempertahankan".
"AS memiliki
Angkatan Udara terbesar di dunia, tetapi penting untuk diingat bahwa kekuatan
itu tersebar tipis di seluruh dunia. Di Pasifik atau Baltik hanya kekuatan
kecil ditempatkan. Pesawat yang ditempatkan juga tidak memiliki paritas yang
mencukupi dibandingkan kekuatan Negara lain.
Hanya satu
pesawat AS yang tetap memiliki keunggulan ini yakni F-22 Raptor, jet tempur
generasi kelima pertama yang pernah dibangun, dan sejauh ini belum ada yang
mampu menandinginya. Pesawat ini memiliki kombinasi kemampuan yang lengkap,
dari kemampuan manuver tinggi, mampu menyerang dari jarak jauh dan memiliki
kemampuan siluman yang bisa menyusupi system radar lawan.
F-35
Lightning II memang bisa disebut sebagai sebuah keajaiban teknologi
siluman dan memiliki radar cross section mengesankan karena hanya seukuran bola
basket, tetapi tetap tidak bisa mengalahkan F-22 yang hanya bisa terdeteksi
seukuran kelereng. Untuk alasan
ini, F-22 Raptor menjadi satu-satunya harapan AS untuk menembus ruang udara
yang dijaga dengan pelindung paling berbahaya di planet ini. Meski begitu,
seorang ahli pertahanan udara Rusia mengatakan kepada Business Insider bahwa
F-22 pilot harus memiliki taktis operasional berlian untuk bisa menyerang
sasaran-sasaran Rusia dan kembali dengan selamat.
Editor
pertahanan The National Interest Dave Majumdar menyebutkan, pilot F-22 saat ini
telah dilatih keras untuk mampu membangun strategi yang brilian itu. "Biasanya,
kami akan berlatih melawan ancaman terbesar dan paling tangguh karena kita
ingin berlatih melawan ancaman terbaru", kata salah satu pilot F-22 dikutip
Majumdar.
Meskipun
siluman F-22 memiliki keunggulan besar pada serangan jarak jauh, karena mereka
dapat menargetkan musuh sebelum musuh mereka dapat melihat mereka, pilot Raptor
tetap dilatih untuk melakukan pertarungan jarak dekat. Dave
Majumdar meyakinin meski harus berhadapan dengan jet tempur paling canggih
Rusia Su-35 dan system pertahanan udara S-300V4 dan S-400, F-22 akan sulit
untuk ditembak jatuh. Sayangnya, Amerika hanya memiliki 122 pesawat ini karena
harganya yang mahal hingga produksi pesawat akhirnya harus ditutup.
0 comments:
Post a Comment