Anggaran
militer atau pertahanan Taiwan harus ditingkatkan seiring dengan adanya ancaman
dari China. Desakan itu disuarakan Deputi Asisten Menteri Pertahanan Amerika
Serikat (AS) Abraham Denmark.
Denmark
mengatakan, kebijakan “One-China” pemerintahan Barack Obama tetap tidak
berubah. Tapi, dia tidak bisa menjamin kebijakan itu bertahan setelah presiden
terpilih AS Donald Trump mengisyaratkan akan mengakhiri kebijakan yang mengakui
kedaulatan China atas Taiwan itu.
Trump telah
bersitegang dengan China selama sepekan terakhir. Ketegangan dipicu Presiden
Taiwan Tsai Ing-wen yang nekat menelepon Trump pada 2 Desember lalu. Kontak
telepon itu baru pertama kali dilakukan presiden terpilih AS sejak 1979. Sejumlah analis AS memperingatkan bahwa Trump bisa memicu konfrontasi militer
dengan China jika dia menekan isu Taiwan terlalu jauh.
Menurut
Denmark, “Project 2049 Forum” yang digelar di Washington fokus utamanya adalah
membahas program modernisasi militer China yang bertujuan untuk reunifikasi
dengan Taiwan, termasuk dengan kekerasan jika diperlukan.
”Hal ini
membuat incumbent Taiwan untuk mempersiapkan (diri) dan berinvestasi dalam
kemampuan untuk menghalangi agresi dan membangun pertahanan yang efektif jika
pencegahan gagal,” katanya.
”Resourcing
pertahanan sangat penting,” ujarnya. ”Anggaran pertahanan Taiwan belum sejalan
dengan perkembangan ancaman dan harus ditingkatkan,” imbuh Denmark, seperti
dikutip Reuters, Rabu (14/12/2016).
AS seperti
diketahui merupakan sekutu politik dan pemasok senjata utama bagi Taiwan.
Pemerintah China belum bereaksi atas desakan dari AS terhadap Taiwan untuk
meningkatkan anggaran militer. China hingga kini menganggap Taiwan sebagai
provinsinya yang membangkang.
0 comments:
Post a Comment