Dengan alokasi dana US$162 juta, di MEF (Minimum Essential
Force) II periode 2015 - 2019, TNI AL mendapat kesempatan dari Kementerian
Pertahanan (Kemhan) untuk menambah armada pesawat intai maritim (MPA - Maritime
Patrol Aircraft). Dan merespon kesempatan tersebut, kini pihak TNI AL
dikabarkan tengah melakukan pembicaraan dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI)
untuk kemungkinan pengadaan dua unit NC-212-200 MPA. Jenis pesawat intai ringan
twin engine propeller yang sebelumnya telah dimiliki Puspenerbal TNI AL sejak
tahun 2007.
Mengutip dari Janes,com (22/12/2016), rencananya tambahan dua
unit NC-212-200 MPA untuk memperkuat armada pesawat intai di Skadron Udara 800
yang bermarkas di Lanudal Juanda, Surabaya, Jawa Timur. Saat ini Puspenerbal
mengoperasikan tiga unit NC-212-200 MPA. Awalnya NC-212-200 MPA adalah varian
angkut yang kemudian dikonversi ke varian MPA. Setelah dikonversi menjadi
pesawat patroli maritim, ada perbedaaan dari sisi penampakan, yang paling
kentara adalah moncong (hidung) pesawat yang jadi mancung, hal ini untuk
menampung hardware dari Ocean Master Surveillance Radar.
Lantas yang menjadi keunggulan dari NC-212-200 MPA TNI AL?. Yang paling kentara adalah keberadaan perangkat Thales AMASCOS (Airborne
Maritime Situation and Control System) yang dipadukan dengan radar Ocean Master
Surveillance, jarak jangkau radar ini bisa menjangkau target sejauh 180 km.
Perangkat radar tadi dikombinasikan juga dengan Chlio FLIR (Forward Looking
Infa Red) yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 15 km. FLIR disematkan tepat
dibawah moncong pesawat, berkat adanya FLIR maka pesawat dalam kegelapan malam
dapat mengendus keberadaan kapal kecil yang sedang melaju, bahkan periskop
kapal selam dalam kegelapan malam dapat terpantau lewat FLIR di NC-212-200 MPA.
Selain digunakan oleh Indonesia, jenis pesawat patrol maritim
ini juga digunakan oleh Mexico, Swedia, Spanyol, Sudan, Venezuela, dan Vietnam.
Penempatan di masing-masing negara tak melulu di AL, seperti Swedia yang
menggunakan pesawat ini untuk penjaga pantai, dan Vietnam mengusung versi
terbaru C-212 400 MPA yang digunakan oleh pihak polisi maritim.
Dilihat dari kelengkapan teknologi yang diusung, NC-212-200
MPA nampaknya cukup ideal untuk mengawasi perairan Indonesia, meski secara
terbatas. Kemampuannya yang dapat terbang hingga 6 jam, plus jarak jangkau
hingga 1.349 km, menjadi benefit tersendiri dari keberadaan pesawat ini. Tapi
lepas dari itu, sifatnya yang low maintenance, dan dapat beroperasi di landasan
yang terbatas adalah poin terpenting.
Dalam operasionalnya, NC-212-200 MPA diawaki oleh enam
personel, terdiri dari pilot, co-pilot, satu engineer, satu operator radar, dan
dua pengamat (observer). Khusus untuk pengamat, dibekali kamera Nikon dengan
lensa zoom untuk mengabadikan momen penting di lautan. Seperti halnya pesawat
intai maritim dengan mesin propeller, NC-212 juga kerap terbang rendah guna
mendekati obyek yang dipantau, tidak jarang pesawat terbang 100 feet (30,48
meter) dari atas permukaan laut. Secara umum, NC-212-200 MPA dapat terbang non
stop selama 6 jam dengan jangkauan maksimum 710 nm (nautical mile) atau sekitar
1.349 km.
Meski Puspenerbal kini telah mendapat pesawat intai yang
lebih besar, yakni CN-235 220 MPA produksi PT DI, namun platform pesawat intai
yang lebih kecil seperti NC-212 tetap dibutuhkan, mengingat kemampuan STOL
(Short Take Off Landing) pesawat “Aviocar” ini jauh lebih pas untuk meladeni
landasan kecil di pulau-pulau terluar. Bila nantinya TNI AL jadi mengakuisisi
NC-212-200 MPA dari PT DI, tentu besar harapan agar kemampuanya akan lebih baik
dari tiga pesanan sebelumnya.
0 comments:
Post a Comment