Wednesday, 21 December 2016

Ditinggal AS, Thailand Ajak China Bangun Fasilitas Militer Bersama


Thailand dan China tengah melakukan pembicaraan tentang pembangunan fasilitas produksi militer di negeri gajah putih. Juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand mengatakan Rabu 21 Desember 2016 rencana kerja sama militer kedua negara merupakan indikasi terbaru dari membaiknya hubungan antara China dengan sekutu tertua Amerika Serikat di Asia tersebut.

Hubungan antara Thailand dengan Amerika Serikat sempat memanas menyusul kudeta militer pada Mei 2014. Saat itu, Washington menuding militer Thailand telah melakukan penangkapan yang tidak perlu untuk mengakhiri gelombang demonstrasi. Amerika Serikat juga menyatakan hubungan dengan Thailand tidak akan kembali normal sebelum negara tersebut kembali menerapkan sistem demokrasi. Saat ini, para jenderal yang berkuasa dberjanji akan menggelar pemilihan umum pada 2017.

Sejak kudeta, pemerintahan junta militer mencari perimbangan dengan membangun hubungan baik bersama China. Pada pekan lalu, Menteri Pertahanan Prawit Wongsuwan bertemu dengan Menteri Pertahanan China Chang Wanquan, saat mengunjungi Beijing.

“Menteri Pertahanan Prawit mengatakan bahwa kami tertarik untuk membangun fasilitas perbaikan bagi peralatan militer China yang kami simpan dalam gudang senjata kami,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand, Kongcheep Tantravanich, kepada Reuters.

“Kami juga meminta bantuan keahlian dari mereka untuk memproduksi senjata kecil dan peralatan keamanan lain seperti pesawat nir-awak,” kata dia.

Thailand juga tengah menggelar perundingan dengan Rusia terkait pembangunan fasilitas serupa, kata Kongcheep tanpa mengungkap rincian secara lebih jauh.

Usai kudeta militer tahun 2014, Amerika Serikat menghentikan bantuan keamanan dan pertahanan untuk Thailand. Washington juga mengurangi latihan militer tahunan bersama atas alasan perkembangan politik yang menghawatirkan di Bangkok.

Di sisi lain, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat telah memunculkan pertanyaan mengenai strategi “pivot”Asia yang menjadi warisan politik luar negeri utama Presiden Barack Obama.

“Jika Amerika Serikat tidak lagi menunjukkan dukungan, maka negara-negara ini tidak punya pilihan lain selain mengakomodasi Beijing,” kata Thitinan Pongshudhirak, profesor ilmu politik dari Universitas Chulalongkorn di Bangkok.

Kementerian Pertahanan sendiri optimis hubungan dengan Amerika Serikat akan kembali normal setelah pemilihan umum. “Hubungan kami memang belum sempurna. Saat Thailand kembali menerapkan demokrasi, saya berharap hubungan kedua negara kembali normal,” kata Kongcheep.

0 comments:

Post a Comment