PT Dok dan
Perkapalan Surabaya (Persero) telah merampungkan modernisasi KRI
Fatahillah-361, yang adalah kapal perang jenis perusak kawal berpeluru kendali
yang memiliki bobot 1.450 ton pesanan Kementerian Pertahanan.
“Alhamdulillah,
kami bisa merampungkan pesanan secara tepat waktu dan tidak sampai dua tahun,
bahkan lebih awal. Modernisasi ini adalah kali pertama dilakukan Kemenhan untuk
jenis kapal perang,” kata Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya
(Persero), Imam Sulistiyanto, saat penyerahan kapal kepada Kementerian
Pertahanan, di galangan kapal Tanjung Perak, Surabaya, Jumat.
Ia
mengatakan, KRI Fatahillah-361 merupakan kapal perang buatan Belanda pada 1973,
yang saat ini telah memiliki teknologi dan persenjataan terbaru dan modern. “Daya tempur
KRI Fatahillah-361 saat ini sama dengan kapal modern, yakni memiliki command
management system, di antaranya sistem pendorong, yang kami perbaiki dengan
kerja sama Ultra dari Inggris,” katanya.
Bahkan, kata
Sulistyanto, beberapa persenjataan atau peluru kendali kapal perang dengan dua
sumbu baling-baling yang masing-masing berkekuatan 8.000 bhp itu sudah diuji
coba tembakan, dengan hasil keseluruhan tembakan tepat sasaran.
KRI
Fatahillah-361 dilengkapi senjata modern, di antaranya radar Decca AC 1229,
pemandu tembakan signal, surface search, dan signal DA 05. “KRI Fatahillah-361
yang awal komponenya sekitar 80 persen tidak terpakai itu, kini memiliki sistem
sonar yang menggunakan signal PHS 32 (Hull Mounted), dan sistem pengecoh yang
menggunakan 2 Knewbworth Corvus 3-tubed launchers dan 1 T-Mk 6 torpedo decoy,”
katanya.
Selain
memiliki persenjataan canggih, kapal berkapasitas 82 awak kapal itu juga
memiliki lambung kapal yang dikerjakan sendiri oleh anak bangsa, dan dilengkapi
interior kapal modern.
Dalam kesempatan
itu, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI
Leonardi, yang mengikuti serah terima dan modernisasi KRI Fatahillah-361
mengatakan, kontrak kerja dengan PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) juga
usaha memajukan indusri pertahanan dalam negeri.
“Perbaikan
atau pemeliharaan harus sesuai nafas UU yakni dilakukan dalam negeri, dan untuk
kandungan lokalnya juga harus didorong dari dalam negeri, meski soal mesin kita
belum semua bisa,” katanya.
Ia berharap,
proyek modernisasi KRI Fatahillah-361 yang dilakukan kali pertama ini menjadi
gambaran dan acuan, sehingga ke depan industri pertahanan bisa lebih cepat
dalam proses pengerjaan atau manajemen proyeknya dan mandiri.
“Paling
tidak rampungnya KRI Fatahillah-316 ini sudah harus ada gambaran bagaimana
mekanisme bekerjanya, dan ke depan bisa dipercepat untuk kemajuan industri
pertahanan nasional,” katanya.
0 comments:
Post a Comment